PERPUSTAKAAN
Selasa, 19 Juli 2016
MENYEMBAH KEAKUAN KITA SENDIRI DI ATAS KEAKUAN GUSTI ALLAH
MENYEMBAH KEAKUAN KITA SENDIRI DI ATAS KEAKUAN GUSTI ALLAH
Setiap orang diberi kecerdasan spiritual menurut kadar yang telah ditentukan. Repotnya, setiap orang malah memelihara dan menjaga dengan rapi kebodohan spiritualnya. Bagaimana agar kebodohan kita tidak dominan?
Masih ingat Firaun yang akhirnya sadar bahwa dia manusia biasa? Firaun yang selama hidupnya mengaku Tuhan dan memaksakan kehendak kepada rakyat akhirnya harus karam di laut merah. Saat terakhir akan diemut lautan ganas itulah, dia baru sadar ketidakberdayaannya. Kebodohan Firaun ini harus ditebus dengan kegagalan dia untuk bertaubat. Taubat yang terlambat, sama saja dengan tidak bertaubat dan dia digolongkan Tuhan sebagai manusia yang gagal dalam hidup.
Dari segi sumber daya manusia (SDM) Firaun tidak kekurangan suatu apa. Dia cerdas dan lihai. Buktinya, dia bisa juga menjadi raja dalam jangka waktu sekian lama. Kecerdasan emosinya juga baik karena saat dia menghukum siti Masyitoh dengan memasukkan ke belanga besar yang diisi air mendidih, dia masih menawarkan Masyitoh untuk kembali mengakui Firaun sebagai Tuhan. Namun, kecerdasan spiritual yang rendahlah, yang akhirnya tidak menyelamatkan akidahnya. Dengan kata lain kebodohan spiritualnya lebih dominant dari kecerdasan spiritual.
Apa itu kecerdasan spiritual? Kecerdasan spiritual adalah tingkat kesadaran manusia untuk mengakui sesuatu yang adikodrati, mengakui sesuatu yang transenden, mengakui ada sesuatu yang menciptakan segala yang ada. Sesuatu itu tidak diciptakan lagi oleh sesuatu yang lain. “Sesuatu” yang tidak bisa dinalar oleh akal pikiran karena keberadaannya yang mengatasi hukum alam karena “Sesuatu” itu berada di “luar alam” namun berada di “dalam alam” (imanen), bahkan tidak “berjarak” dengan alam.
Sementare kebodohan spiritual saya definisikan sebagai tingkat kesadaran manusia yang tidak mengakui sesuatu yang adikodrati. Pikiran yang melulu hanya menganalisa gejala-gejala yang tampak di mata (benda-benda) dan menafikan atau menolak adanya kegiatan rasa/batin sebagai aktivitas kejiwaan untuk menemukan kebenaran. Gejala ini sangat tampak dari paham positivistik, materialisme yang akhirnya berakibat nihilisme.
Kalau kita amati, gejala umum masyarakat “modern” yang pandai untuk mengolah hidupnya dengan berbagai teknologi untuk berperilaku “modern” justeru kebingungan untuk menata pandangan hidup yang jauh dan mendalam. Pandangan hidup masyarakat modern umumnya sekular, menjauhkan hal-hal yang sifatnya spiritual dengan urusan dunia. Urusan dunia bahkan lebih cenderung dinomorsatukan sementara urusan akhirat yang abstrak biasanya dinomorsekiankan. Ya, masyarakat modern lebih dominant kebodohan spiritualnya daripada kecerdasan spiritual.
Kenapa soal-soal spiritual semacam ini ditulis berulang-ulang dalam blog kita ini? Terus terang… mumpung masih ada waktu untuk merenung, mumpung masih punya kesempatan untuk membelokkan orientasi hidup yang keliru, mumpung kita masih hidup. Siapa yang menjamin bahwa saya dan Anda besok masih bisa bangun dari tidur? Siapa yang bisa menjamin bahwa besok kita masih bisa membaca dan menulis di blog? Yang bisa menjamin hanyalah Sang Pemilik dan Perancang Hidup. Tuhan semesta alam yang Maha Tahu rencana-rencana di balik keberadaan saya dan Anda diciptakan di dunia ini.
Menyadari akibat bila kita salah memikirkan sesuatu, menyadari akibat bila otak kita secara tidak sadar hanya dijejali oleh “urusan-urusan” yang tidak ada sangkut pautnya dengan RENCANA TUHAN pada kita, akan mengakibatkan kita mendapatkan KESADARAN. Kesadaran untuk memanfaatkan waktu yang tersisa untuk hidup ini untuk menyelesaikan peta/desain awal kenapa kita diciptakan yaitu untuk rahmat bagi seluruh alam semesta karena kita adalah WAKIL yang ditunjuk-Nya untuk menyelesaikan agenda-agenda besar ketuhanan.
Apa agenda-agenda besar ketuhanan itu?
• Pertama, Merencanakan Penciptaan Sesuatu dari Ketiadaan
• Kedua, Memproses terciptanya Ciptaan atau mengadakan sesuatu
Ketiga, Memelihara Penciptaan dengan hu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar