PERPUSTAKAAN

Minggu, 19 Juni 2016

Memayuhayuning bawana

Kepada pembaca yang terhormat

Artikel ini saya ambil guna menambah wawasan saya dan saudara,soal benar atau salahnya kita kembalikan sang pencipta.hanya yang sudah manunggallah yang mampu menyelaminya..😕




Dalam filosofi dasar Nusantara dikenal adanya motto “Memayu hayuning bawana” atau menyelematkan dan mensejahterakan alam semesta raya”.

Identik dengan doktrin Islam yakni ”Hablumin alami”. Oleh sebab itu dalam menghargai sesama mahkluk Tuhan Seru Sekalian Alam, nenek moyang menamakan bumi dengan Ibu dan angkasa (langit) dengan Bapa (ayah).

Dan sebagai negara agraris telah dipetakan adanya “Pawukon” yakni Ilmu Perbintangan Jawa (30 rasi berumur 210 hari) dan pedoman perputaran iklim yang memiliki siklusnya masing – masing yang disebut dengan “Pranata Mangsa” yang dikenal sejak abad XIX SM, dua abad sebelum ditemukannya ilmu perbintangan purba bangsa Peru. 

A. FILOSOFI IBU BUMI Bumi oleh nenek moyang disebut sebagai Ibu Bumi, Ibu Pertiwi atau Ibu Shinta. Mengapa karena bumi sebagai tempat dimana manusia lahir dan ke mana jasad kelak berbaring. Bumi yang memberikan kehidupan seluruh mahkluk hidup di dunia ini. Manusia makan dan minum dari sari – sarinya bumi lewat flora – fauna maupun air. Oleh sebab itu setiap bapak tani memulai menanam padi ataupun memanennya senantiasa diiringi dengan upacara ritual termasuk rasa syukur dengan istilah sedekah bumi, bersih desa dll. Mereka pantang pula meludah langsung ke bumi. Kini bumi dikotori, diperah, dijarah, dibor tanpa adab. Maka peristiwa Lapindo nampaknya merupakan pelajaran yang amat berharga. Secara filosofis bisa jadi menyiratkan makna bahwa “laku – lampah bangsa Indonesia ini telah penuh dengan lumpur dosa”.

 B. BAPA KUASA Langit disebut dengan Bapa Angkasa atau Bapa Kuasa ? Mengapa ? Manusia masih dapat bertahan hidup dengan tidak makan maupun minum yang dihasilkan dari bumi. Namun manusia tidak akan mungkin mampu hidup tanpa oksigen (udara) selama 2 jam saja, yang diberikan oleh angkasa raya ini. Oleh sebab itulah dinamakan Bapa Kuasa (bukan Bapa Maha Kuasa). Karena demikian vital ke dua mahkluk Tuhan Seru Sekalian Alam tersebut keduanya selalu disebut dalam setiap doa mereka. Sedang sebutan bagi Yang Maha Kuasa adalah “GUSTI” yang digambarkan dengan “Cedhak tanpa senggolan adoh tanpa wangenan, lan tak kena kinaya ngapa” (Dekat tiada bersentuhan jauh tanpa batas dan tiada dapat diserupakan dengan apapun juga). 

C.TANAH AIR Keberadaan keduanya yakni Ibu Bumi dan Bapa Kuasa yang dilambangkan merah dan putih adalah merupakan tanah air – atau tumpah darah. Bangsa barat hanya mengenal istilah “Father Land” saja.

Oleh sebab itulah warna merah dan putih disamping melambangkan tanah air juga asal muasal terjadinya manusia dari sel darah merah (Sang Ibu) dan darah putih (Sang Bapa) yang unsurnya disamping : bumi dan udara juga air dengan api (panas). Oleh sebab itu manusia dianggap sebagai mikro kosmos, yang juga memiliki miniatur kutup utara (Iceland), yakni kepala dan kutub selatan (greenland) yakni kedua belah kaki serta anasir kehidupan tadi dalam organ manusia. Maka untuk menghormati keberadaan asal usul manusia tersebut oleh Kerajaan Majapahit yang kala itu mengembangkan agama “Siwa – Buddha Tatwa”, dijadikan umbul – umbul “Gula – Klapa”

 D. PAWUKON & PRANATA MANGSA Ilmu perbintangan Jawa adalah terkaya karena berjumlah 30 rasi yang siklusnya 7 (tujuh) hari yang dimulai setiap hari Ngaad (Minggu), yang ditandai dengan rasi pertama “Shinta” (Sang Ibu) dan terakhir (ke 30) “Prabhu Watu Gunung” (Sang anak sekaligus suami).

Adapun nama – nama haripun menggunakan lambang planet yakni : Radi/Radite (Senin) = Matahari; Anggara (Selasa) = Mars; Respati/Wrahespati = Yupiter; Budo (Rabo) = Mercurius; Sukro (Kamis) = Venus; Soma (Jumat) = Rembulan dan Sinta (Saptu) = Bumi (dunia).

 Filosofi awal (Matahari) dengan akhir (Bumi) kembali termanifestasi ke dalam huruf HA dan NGA yang luluh menjadi “HONG”. Sejalan dengan Alkitab Wahyu 22 : 13 “DIA – lah yang Awal dan Yang Akhir”. Aku adalah Alpha & Omega“, juga Al – Qur’an Surat Al Hadid 57 : 3 “DIA – lah yang awal dan akhir, Yang Lahir dan Yang Batin. DIA Maha Mengetahui Segalanya”.

 Dan dalam alphabetik Jawa ” HA NA CA RA KA” bila dibalik ternyata identik dengan huruf Arab yang bunyinya “Qur’an”. Dan huruf Jawa yang jumlahnya 20 itu bukankah memiliki makna filosofis tentang “Sangkan Paraning Dumadi” ?

 Bukankah 20 itu merupakan sifat – sifat Sang Khaliq sendiri

 E. KEBENARAN FILOSOFI NUSANTARA Disamping filosofi tersebut dalam dunia pewayangan dalam awal dan akhir pementasan selalu didahului dan diakhiri dengan “Gunungan” yang merupakan simbul alam semesta raya. Oleh sebab itu sehebat apapun manusia dia hanyalah wayang belaka maka pemahaman “sak derma hanglakoni” (sekedar menjalankan ketentuan Tuhan Seru Sekalian Alam) adalah benar adanya. Dalam buku “Menguak Hiruk Pikuk Tahun 2005 – 2006, Menunggu Munculnya Semar Super Seiring Suro 1938 SJ” salah satu bahasannya adalah adanya “Pencanangan Semiliar Pohon“.Sembari menunggu hasil kongkrit konferensi Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, mari kita berjuang bersama – sama menyelamatkan bumi seisinya secara syariati dan secara batini. Kita rekat kembali dan hayati filosofi Nusantara “Memayu Hayuning Bawana” & “Ngawula dumateng kawulaning GUSTI”.

 Ajaran illahi akan kembali ke diri ummat manusia,Ajaran itu datang melalui wahyu sebagai penenang / pengingat,karena Ia merupakan rangkuman perjalanan semesta…beserta isinya..sebelum dan sesudah…dengan wahyu manusia bisa di ukur kapasitasnya, Al Quran Surat Albaqarah 29.” Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.

 Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. hal terkait menurut sejarah ajaran leluhur Nuswantara ada 7 tingkatan di urut dari strata paling bawah : 1.Manggala Kasungka 2.Manggala Seba 3. Manggala Raja 4. Manggala Wening 5. Manggala Wangi 6. Manggala Agung 7. Manggala Hyang.

 tujuh hal tersebut menjadi takaran para leluhur untuk mengukur kualitas manusia. Jejak ajaran ini ada di Nuswantara,kemudian terangkum dalam ajaran Illahi (Alquran) sampai di pahami penjuru semesta,hanya kemudian ada yg menyalahgunakan untuk saling menghancurkan.. Untuk itu mari kita bangun Nuswantara dengan ajaran Illahi yang telah di terapkan oleh leluhur hingga mencapai peradaban luhur yang bertatanan adiluhung,untuk generasi masa depan, yang berbudi pekerti luhur.

 QS. Al-Alaq 1-4 (terjemahan) :”Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu-lah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan Kalam.” Dalam Brahama Sutra disebutkan : ““Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”. Q.S.Al-Baqarah(2):213:”Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.

Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

 AGAR TIDAK ADA LAGI KEKERASAN DI SEMUA SISI KEHIDUPAN,BAIK FISIK MAUPUN SEPIRITUAL…NYAWIJI MARANG HYANG WIDHI..BERTAOHID..maka JAYA NUSWANTARA….

 Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda tapi satu tujuan Menjadi budaya pribadi dan bangsa menuju pendidikan antar bangsa. Capai perdamaian, hak asasi, demokrasi, pembangunan berkelanjutan, dunia sejahtera. Membangun budaya pribadi yang mandiri. Siap trampil yang hakiki mengisi masa depan gemilang. Membangun negara, hapus diskriminasi, lindungi lingkungan, padukan nilai kemanusiaan. Kontemporer, tradisional secara berimbang, adil dan manusiawi. Membangun dunia, terus tebarkan rahmat, tanamkan ta’aruf kemanusiaan. Ajaran Illahi untuk semua. …Ajaran Illahi untuk semua….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar